KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T
kaarena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
yang Berjudul “ CANDI JABUNG WARISAN
MAJAPAHIT”. Shalawat serta Salam kita haturkan kepada sang baginda Nabi
Muhammad S.A.W karena beliaulah yang membawa kita dari alam jahiliyah menuju
alam yang terang menderang saat ini. Karya Tulis Ilmiah ini sengaja saya buat
sebagai syarat untuk ikut Lomaba Karya Tulis Ilmiah dengan Tema “ Lawatan
Sejarah” yang di adakan di Surabaya dan Karya Tulis ilmiah ini dapat memberikan
informasi tentang Candi Jabung yang ada di Kecamatan Paiton.
Saya sadar bahwa sepenuhnya dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari Pengarahan dari
Bapak Jupri, untuk itu dengan segala
kerendahan hati saya pada kesempatan ini, mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Jupri selaku guru sejarah yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Harapan saya dengan adanya Karya Tulis Ilmiah ini,
dan dapat memperkenalkan Candi Jabung kepada semua lapisan masyarakat yang ada
di wilaya jawa timur sebagai tempat sejarah sekaligus untuk berwisata di Kota
Kraksaan sehingga dengan di berikannya beberapa informasi tersebut dapat
memotivasi kepada kaum pemuda untuk turut melestarikan tempat tersebut.
Kraksaan, 15 Februari
2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu tempat sejarah yang
ada di Kabupaten Probolinggo, membuat saya untuk memperbanyak pengetahuan
tentang Candi Jabung sebagai tempat sejarah dan wisata. Karena peradaban
manusia yang didukung dengan kecanggihan
teknologi, membuat kaum pemuda banyak yang terlena dengan tempat-tempat yang
menawarkan berbagai fasilitas dengan menyediakan beberapa alat elektronik,
sehingga kaum pemuda enggan mendatangi
tempat yang bersejarah tersebut khususnya Candi Jabung. Karena kaum pemuda adalah
generasi bangsa, maka sebaiknya harus mengetahui apa yang terjadi di masa
lampau dan melestarikan apa yang di tinggalkan oleh orang-orang terdahulu
sehingga tempat tersebut tidak terlupakan dan rusak karena perkembangan zaman
yang pesat .
RUMUSAN MASALAH
~ Bagaimana sejarah Candi Jabung
~ Apakah manfaat dari Candi Jabung
TUJUAN
Untuk mengetahui sejarah Candi Jabung
dan memperkenalkan kepada semua lapisan masyarakat di jawa timur bahwa tempat tersebut merupakan warisan
budaya yang harus di lestarikan agar tidak terlupakan dan rusak karena
perkembangan zaman.
BAB II
PEMBAHASAN CANDI JABUNG
Pada abad ke-14 di
kota Sumenep Madura berlangsung suatu pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh
Raja Agus Abdullah dan didampingi oleh dua orang patih, yaitu Patih Abdurrahman
dan Patih Abdurrahim.
Raja Agus Abdullah belum mempunyai istri sebagai permaisuri.
Maka pada suatu saat Sang Raja memanggil kedua patihnya untuk diajak musyawarah
tentang bagaimana mendapatkan seorang putri sebagai pendampingnya. Patih
Abdurrahman berkenan memberikan saran bahwa Permaisuri yang cocok bagi Sang
Raja adalah putri dari tanah Jawa. Ternyata saran dari Patih Abdurrahman
diterima oleh Sang Baginda Raja Agus Abdullah. Tibalah saat yang baik,
Baginda Raja Agus Abdullah mengajak kedua patihnya beserta prajuritnya yang tangguh
berangkat ke tanah Jawa untuk mencari calon permaisuri.
Sementara itu dipulau Jawa sedang berkembang kerajaan
Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih
Gajah Mada. Dalam pertemuan agung dikerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk
memerintahkan kepada Ki Patih Gajah Mada untuk membangun candi di wilayah Jawa
bagian timur.
Berangkatlah Patih Gajah Mada beserta prajurit yang
berpengalaman dalam membuat candi dan menghadapi musuh bilamana perlu.
Perjalanan laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada ke wilayah
timur sampailah di suatu tempat yang cocok untuk beristirahat. Ternyata di
tempat itu terdapat sebuah taman yang indah dan sejuk. Taman itu dijaga oleh
jin yang dapat bicara seperti manusia. Maka terjadilah percakapan antara jin penjaga
taman dan Patih Gajah Mada beserta prajuritnya.
Dalam percakapan itu Patih Gajah Mada ingin masuk dan mandi
di kolam yang terdapat dalam taman itu. Namun maksud Ki Patih ditolak oleh Jin
Penjaga Taman. Karena kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, maka
terjadilah pertempuran antara Laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada dengan Jin
Penjaga Taman.
Dalam pertempuran itu Jin Penjaga
Taman terdesak dan akhirnya dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada, namun tidak
dibunuh. Karena tidak dibunuh, Jin Penjaga Taman merasa berhutang budi pada
Patih Gajah Mada.
Sebelum ia pergi, Jin itu berpesan pada Gajah Mada 'Hai Mada,
manusia perkasa aku tahu kesaktian dan tujuannmu. Kamu diperintah rajamu
membuat candi. Ketahuilah hai Mada, bahwa membuat candi itu tidak semudah yang
kau bayangkan. Tidak mungkin kau kerjakan sendiri yang dapat membuat candi itu
adalah bangsa halus yaitu bidadari putri dari kayangan.' Setelah menyampaikan
pesan itu Jin Penjaga Taman meninggalkan Laskar Majapahit dan terbang ke
angkasa.
Di kayangan, Bidadari Putri Kayangan bernama Dewi Nawang
Sasi sedang menghadap Sang Bathara Indra ramandanya. Ia mohon pamit ingin ke
bumi. Dewi Nawang Sasi diijinkan asal bersama dengan Dewi Nawang Sukma dan
Nawang Seta. Berangkatlah ketiga bidadari itu turun ke bumi, dan sampailah di
taman yang sejuk dan indah. Disitu, ketiga bidadari bertemu dengan Laskar
Majapahit pimpinan Gajah Mada.
Gajah Mada tahu bahwa ketiga putri itu adalah bidadari dari
kayangan. Gajah Mada ingat pesan Jin Penjaga Taman sebelum pergi. Maka
diutarakannya maksud Gajah Mada ingin membangun candi dan minta bantuan kepada
para bidadari. Para bidadari itupun menyanggupi permintaan Gajah Mada, dengan
tiga macam syarat,antara lain:
1. Pembuatan candi ditetapkan pada
malam Jum'at manis.
2. Saat pembuatan, bangsa kasar
seperti manusia dilarang berada disekitar tempat pembuatan
candi.
3. Setelah usai, hadiahnya
harus sesuai dengan pekerjaan itu.
Mengingat beratnya tugas yang
diembannya, Gajah Mada menyanggupi ketiga syarat tersebut. Karena pembuatan
candi tidak boleh dilihat manusia, maka Gajah Mada bersama prajurit mohon pamit
pulang ke Majapahit.
Namun Gajah Mada berniat ingin mengintip bekerjanya para
bidadari membuat candi. Pada malam Jum'at manis, pembuatan candi dimulai.
Pekerjaan pertama dilakukan oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma, sedangkan Patih
Gajah Mada dengan asyiknya mengintip. Namun apa hendak dikata, ulah Gajah Mada
diketahui oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma.
Pembuatan candi itu akhirnya
digagalkan, karena itu candi tersebut dinamakan candi Wurung, yang sekarang
masih ada di tengah sawah sebelah barat Jabung Sisir.
Patih Gajah Mada merasa cemas karena pembuatan candi itu
gagal. Ia segera melanjutkan perjalanan pulang ke Majapahit. Mengetahui Patih
Gajah Mada benar-benar pergi, Nawang Sasi dan Nawang Sukma melanjutkan
membangun candi. Namun tidak ditempat pembuatan semula, ini dipindahkan
kira-kira seribu kaki kearah timur. Pembuatan candi kali ini berjalan
lancar karena dijaga ketat dan tidak ada manusia yang melihatnya.
Tiba saatnya Nawang Sasi menyerahkan candi itu kepada Patih
Gajah Mada sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Gajah Mada
menerima candi itu dan mengucapkan terima kasih. Selesai penyerahan candi Patih
Gajah Mada melaporkan kepada Sang Raja Prabu Hayam Wuruk. Sang Prabu merasa
bangga atas keberhasilaan pembuatan candi itu dan bermaksud untuk meninjau.
Maka berangkatlah Raja Hayam Wuruk beserta rombongan ke
lokasi candi. Raja Hayam Wuruk tertegun dan kagum menyaksikan keindahan candi
itu. Kemudian, oleh Sang Prabu, candi itu diberi nama 'Candi Mojopaito'.
Setelah beberapa saat di lokasi candi, rombongan Prabu Hayam Wuruk kembali ke
Majapahit.
Beberapa hari kemudian datanglah Raja Agus Abdullah dari
Sumenep beserta pengiringnya dilokasi sekitar candi. Raja Agus Abdullah menuju
kearah barat laut, dan sampailah di sebuah taman yang indah dan beristirahatlah
di taman itu. Dalam taman itu terdapat sebuah kolam yang sebenarnya tempat
mandi para bidadari. Raja Agus Abdullah bermaksud mandi di kolam itu. Belum
sampai niatnya terpenuhi, ia dikejutkan oleh sapaan dua orang putri tiada lain
Nawang Sasi dan Nawang Sukma, bidadari yang sedang mandi di kolam
itu. Raja Agus Abdullah terpesona dengan kecantikan kedua putri itu.
Sesuai dengan niatnya datang ke tanah Jawa untuk mencari istri. Oleh karena itu
Raja Abdullah ingin mempersunting Nawang Sasi.
Berbagai upaya Sang Raja untuk dapat berkenalan dengan
Nawang Sasi dan menyampaikan niatnya mempersunting Nawang Sasi untuk dijadikan
permaisuri di keraton Sumenep. Raja Agus Abdullah menemui kesulitan, karena
menurut Putri Nawang Sasi, ia tidak mungkin menjadi istri Raja Agus Abdullah,
karena Putri Nawang Sasi adalah makhluk halus.
Namun godaan Raja Agus Abdullah kepada Putri Nawang Sasi
semakin menjadi sehingga diketahui oleh Nawang Seta. Terjadilah pertempuran
antara Raja dan Nawang Seta. Nawang Seta terbunuh, sedang Nawang Sasi dan
Nawang Sukma melarikan diri terbang ke kayangan.
Sepeninggal Putri Nawang Seta, Raja bersemedi. Disaat
bersemedi, Raja mendengar suara gaib 'Wahai cucu Prabu Agus Abdullah, engkau
mempunyai cita-cita mulia, teruskan dan jangan putus asa! Ikuti petunjuk ini:
pada waktu Putri Nawang Sasi mandi, curilah selendang sayapnya dan sembunyikan
dibawah pohon pisang disebelah taman ini.'
Mendengar suara gaib, Sang Raja terbangun dari semedinya.
Berkali-kali Sang Raja mengadakan pengintaian. Pada hari yang keempatpuluh yang
ditunggupun muncul.
Putri Nawang Sasi dan Nawang Sukma mandi di kolam taman.
Dengan mengendap-endap dicurinya selendang sayap kedua putri yang sedang mandi
itu.
Setelah mandi kedua putri itu hendak mengenakan kembali
selendang sayapnya, namun tidak ada. Mengetahui kedua putri itu menangis Raja
mendekati dan bertanya. Raja mengakui bahwa selendang mereka ada padanya. Kedua
putri itu merengek dan minta selendangnya. Namun raja tidak memberikan. Hingga
Putri Nawang Sasi berkata 'Wahai Tuan Raja serahkan selendang adikku Nawang
Sukma, aku bersedia hidup bersama Tuan Raja, dengan syarat apabila kelak
dikaruniai keturunan, kembalikan selendangku.”
Akhirnya Raja Agus Abdullah menyetujui, dan kembalilah
Nawang Sukma ke kayangan memberi tahu orang tuanya. Sepeninggal Nawang Seta
Raja Agus Abdullah memperistri Nawang Sasi. Mereka menuju candi dan
beristirahat. Dalam peristirahatannya, Putri Nawang Sasi adalah buatan putri.
Maka disitulah tinggal hingga mempunyai keturunan dan diberi nama 'Singo
Jabang'. Sesuai dengan janjinya, setelah punya keturunan Putri Nawang Sasi
meminta kembali selendang sayapnya dan kembali terbang ke kayangan. Tinggal
Raja Agus Abdullah bersama putranya yang bernama Singo Jabang.
Beberapa saat kemudian Raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk
bersama prajuritnya mengadakan kunjungan ke Candi Mojopaito untuk acara
perawatan dan memperindah candi. Sampai di Candi Mojopaito, Prabu Hayam Wuruk
bertemu dengan Raja Agus Abdullah. Masing-masing mempertahankan hak untuk
memiliki candi itu. Menurut Raja Agus Abdullah candi itu miliknya karena yang
membangun candi itu adalah istrinya yaitu Putri Nawang Sasi. Sedangkan menurut
Prabu Hayam Wuruk candi itu milik Sang Prabu karena yang membangun adalah
patihnya yaitu Gajah Mada.
Karena kedua belah pihak tidak mau mengalah, terjadilah
pertempuran antara pasukan Raja Agus Abdullah dan pasukan dari Majapahit. Dalam
pertempuran itu Raja Agus Abdullah terbunuh. Jenazahnya dimakamkan disekitar
candi. Putra Raja Agus Abdullah yaitu Singo Jabang diselamatkan oleh ibunya
yaitu Putri Nawang Sasi dan dibawa kekayangan. Dengan selamatnya Singo Jabang
maka candi itu diberi nama Candi Jabang atau Candi Jabung.
LETAK CANDI
Candi
jabung adalah candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terletak di desa Jabung
Candi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Berjarak sekitar 5 km dari
Kraksaan dan 500 meter dari pinggir dari pinggir jalan raya Surabaya –
Situbondo. Dari arah Surabaya, petunjuk untuk menemukan lokasi candi adalah setelah
kolam renang Jabung Tirta. 500 meter setelah kolam renang Jabung Tirta, di kana
jalan terdapat jalan kecil. Ikuti saja jalan tersebut, dan 500 meter
kemudian tampak bangunan candi .
BERDIRINYA CANDI JABUNG
Candi Jabung di bangun pada tahun 1354 Masehi, Pada masa
kebesaran kerajaan Majapahit. Dalam kitab Negara Kertagama Candi Jabung di
kunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada tahun 1359 Masehi.
DESKRIPSI CANDI
Candi Jabung
dibuat dari bahan batu merah dengan ukuran, panjang = 3,11 m, lebar = 9,58 m
dan tinggi = 15,58 m. Pada saat sebelum diadakan pemugaran candi berdiri pada
sebidang tanah yang berukuran 35 x 40 m dan sekarang telah mendapatkan
perluasan tambahan tanah hasil pengadaan seluas 20.042 m2. Candi
Jabung terletak pada ketinggian 8 m diatas permukaan air laut. Berdasarkan
letak pintu bilik candi terletak disebelah barat, maka Candi Jabung tersebut
menghadap ke barat. Pada sisi barat masih terlihat bagian yang menjorok ke
depan merupakan bekas susunan tangga naik memasuki candi. Pada masa kolonial
Belanda, candi ini masih sering di
gunakan sebagai tempat pemujaan masyarakat sekitar dengan meletakkan sesajen
melalui tangga kayu yang dibuat sederhana.
Candi
terdiri dari empat bagian, dari bagian terbawah; bagian batur, kaki, tubuh, dan
atap candi.
v Batur
Batur
candi berukuran panjang 13,11 meter, lebar 9,58 meter di atas batur terdapat
selasar keliling yang sempit dan terdapat beberapa panil relief yang
menggambarkan kehidupan sehari-hari.
- Seorang
pertapa memakai sorban berhadapan dengan muridnya.
- Dua
orang lelaki yang sedang berada di dekat sumur, salah seorang memegangi
tali timba.
- Diantara
panil-panil terdapat panil berbentuk bulat menonjol semacam medalion dan
relifnya di dalam medalion sudah aus.
- Singa
yang saling berhadapan.
v Kaki candi
Pada
dasarnya bentuknya segi empat, bagian barat atau depan terdapat bagian yang
menjorok keluar atau bagian konstruksi yang mendukung tangga naik. Candi Jabung
terdapat sebuah bilik segi empat dengan ukuran 1,30 x 1,30 meter tanpa terdapat
pintu masuk untuk memasukinya. Bagian kaki candi dibagi atas dua bagian.
- Kaki candi tingkat pertama Dimulai dari lis di atas batur
yang berbentuk agief (3,51 genta) dengan hiasan daun padina, kemudian lis
datar dengan ketinggian kurang lebih 60 cm, di atas lis-lis terdapat
bidang panil yang terdiri dari 30 lapis bata merah atau setinggi 12 meter
pada bidang panil dipahatkan motif medalion. Bidang tegak dari ornamen
daun-daunan yang kesemuanya sudah tidak begitu jelas karena aus. Pada
bagian tegak umumnya di pahatkan lukisan manusia, binatang dan
pohon-pohonan.
2. Kaki candi
tingkat kedua Bentuknya
hampir sama dengan bagian kaki candi tingkat pertama, dimulai hiasan daun padma
dan lis datar. Dibeberapa bagian terdapat bidang vertical selebar 50 cm berisi
ukiran kala dan ornamen daun-daunan.
v Tubuh candi
Bagian tubuh
candi terdapat relief manusia, rumah dan pohon-pohonan, pada sudut tenggara
terdapat relief yang menggambarkan wanita naik di punggung seekor ikan, relief
ini dalam agama Hindu mengisahkan cerita pelepasan jiwa Sri Tanjung.
Kisah ini melambangkan kesetian seorang perempuan pada suaminya. Relief Sri
Tanjung juga terdapat di Candi Penataran di Blitar Candi
Surawana di Kediri dan Gapura Bajangratu
di Trowulan,
Mojokerto. Pada bagian tengah tubuh candi melalui pintu tersebut terdapat bilik
candi yang berukuran 2,60 x 2,58 meter dan tinggi 5,52 meter dan pada bagian
atasnya terdapat batu penutup cungkup yang berukir. Setelah bagian dasar tubuh
candi yang berbentuk persegi, diteruskan dengan tubuh candi berbentuk tabung
(silinder) dihias relief dan ukiran yang indah dan halus pahatannya. Di atas
gawang pintu dan relung di semua penjuru terpahat bentuk kala, di bagian bawah
ambang pintu bentuknya segi empat menonjol keluar yang tengahnya dipahatkan
kepala naga. Pada atas bingkai pintu ada balok batu kali terdapat pahatan roset
ditengahnya bertuliskan angka tahun saka 1276 saka atau 1354 masehi merupakan
bukti masa pembangunan candi Jabung.
v Atap candi
Sebagian besar bagian atap candi
sudah hilang. Dari sisa-sisanya kemungkinan besar puncaknya berbentuk stupa dan
atapnya berhias motif sulur-suluran.
POTENSI WISATA
Tempat yang
sejuk dan pemandangan yang indah membuat Candi Jabung menjadi tempat wisata
pada liburan sekolah. Di lokasi Candi Jabung, Pengunjung bisa mengetahui
sejarah Candi Jabung dari informasi yang terpampang di papan informasi di depan
candi. Saat ini, tidak ada tarif resmi atau tiket masuk untuk mengunjungi
candi.
Pengunjung yang
datang bisa langsung masuk kehalaman candi setelah sebelumnya melapor kepada
petugas yang menjaga lokasi candi dan mengisi buku tamu.
Di sekitar
Candi Jabung banyak pohon maja dengan buahnya yang berwarna hijau, berukuran
sebesar melon, dan rasanya yang pahit. Sayangnya pengunjung tidak boleh naik
dan masuk ke bangunan candi. Hal tersebut di berlakukan agar candi tidak cepat
rusak.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Candi Jabung merupakan tempat
sejarah yang harus di lestarikan agar generasi yang akan datang dapat melihat
dan menikmati serta mengetahui sejarahnya. Dengan demikian, diharapkan para
generasi muda tertarik untuk berkunjung dan menjaga warisan budaya yang di
tinggalkan oleh orang terdahulu.
SARAN
Candi Jabung jadikan sebagai
tempat pembelajaran secara langsung tentang peninggalan sejarah yang ada di
kecamatan Paiton, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Masyarakat Umum.
Sehingga dapat menjalin sebuah kebersamaan tanpa memandang status dan dapat melestarikan
Candi Jabung secara bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
www.perpustakaan.probolinggokab.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar